Pemanfaatan Satelit Altimetri Untuk Verifikasi Tinggi Gelombang Laut Signifikan Pada Ocean Forecast System (OFS)

 

Pemanfaatan Satelit Altimetri Untuk Verifikasi Tinggi Gelombang Laut Signifikan Pada Ocean Forecast System (OFS)

A.        Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki panjang garis pantai terbesar ke dua di dunia setelah Kanada. Hal ini memiliki pengaruh langsung terhadap daerah pesisir mengenai potensi kebaharian yang dapat dimanfaatkan. Penelitian yang telah dilakukan oleh UNCTAD  menunjukkan sekitar 80% perdagangan dunia semuanya melalui laut dan setengah dari populasi penduduk dunia berada di wilayah pesisir. Salah satu fenomena di lautan yang memiliki pemanfaatan tinggi bagi manusia adalah tinggi gelombang laut yang nilainya berbeda dalam setiap lokasi dan waktu. Dikatakan memiliki pemanfaatan tinggi sebab setiap kejadian gelombang laut dapat mempengaruhi semua aspek kegiatan yang berada di daerah pesisir.

Sehingga sangat menarik bila dilakukan pengukuran dan pengamatan gelombang laut di wilayah perairan Indonesia. Akan tetapi tidak semua gelombang laut dapat diamati untuk diambil manfaatnya bagi manusia. Gelombang laut yang banyak berperan dalam pengaruhi aktivitas manusia adalah tinggi gelombang laut signifikan. Tinggi gelombang laut signifikan sebagaimana dipahami secara global merupakan tinggi sepertiga dari tinggi gelombang maksimum. Dalam praktiknya pengamatan gelombang laut umumnya dilakukan secara in situ dalam skala pengamatan yang terbatas. Namun hal tersebut tidak bisa dilakukan mengingat luasnya perairan Indonesia dan tidak mungkin dilakukan di banyak lokasi. Hal ini tentunya membutuhkan banyak tenaga, waktu dan biaya tinggi dalam mengamati karakteristik gelombang laut.

Solusi dari permasalahan tersebut dapat didekati dengan dua cara yaitu, penginderaan jauh dan pemodelan. Penginderaan jauh dapat dilakukan sebagai pengganti pengamatan in situ sebab dapat menghasilkan data yang luas dalam sekali pengamatan. Sedangkan pemodelan lebih cenderung menggunakan pendekatan matematis dalam prakiraan sehingga akurasinya cenderung rendah.

Namun demikian metode penginderaan jauh tidak selalu memiliki kelebihan yang positif. Khususnya penginderaan jauh yang menggunakan satelit altimetri untuk pengamatan arah-kecepatan angin dan gelombang laut. Hal ini disebabkan prinsip kerja dari sensor satelit altimetri adalah “menyapu” perairan dengan memancarkan pulsa yang sangat pendek mengakibatkan segala perubahan dinamika perairan yang tidak semuanya direkam oleh satelit ini. Namun tidak berarti tanpa kelebihan, dengan menggabungkan satelit altimetri seperti SARAL dan CryoSat-2 mampu mengurangi error pengukuran gelombang dengan observasi. Tidak hanya itu pengamatan dengan satu satelit altimetri atau lebih mampu memberikan informasi tinggi gelombang dengan cakupan yang padat.

Data satelit altimetri ini sebenarnya sudah tersedia sejak tahun 1980-an akan tetapi dalam perjalanannya masih membutuhkan pengolahan lanjutan agar dapat dipakai untuk keperluan analisis. Hal ini menjadi tantangan tersendiri sebab mau tidak mau harus dikembangkan teknik tersendiri agar data yang dihasilkan dapat digunakan lebih lanjut. Beberapa referensi menunjukkan sedikit sekali satelit altimetri digunakan sebagai sebagai alat verifikasi suatu model.

Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah teknik dalam memverifikasi gelombang laut antara data model dengan pengamatan satelit altimetri. Penelitian yang dilakukan oleh Appendini menyajikan suatu konsep verifikasi gelombang laut yang berbeda dari teknik-teknik sebelumnya. Pada penelitian tersebut dibandingkan data hasil model dengan data hasil altimetri bersesuaian dengan jalur satelit itu berada. Hanya saja dalam penerapan metodenya masih membutuhkan langkah panjang dalam membuat kelompok waktu parameter fisis yang diamati ke dalam koordinat struktur grid yang digunakan dan juga membutuhkan bantuan perangkat lunak lebih dari satu.

Gambar 1. Tampilan peta gelombang signifikan pada sistem OFS


B.        Perumusan Masalah

1.    Bagaimana cara menampilkan tinggi gelombang laut signifikan yang dihasilkan dari satelit altimetri?

2.    Bagaimana cara membandingkan tinggi gelombang laut signifikan dari keluaran OFS terhadap pengamatan satelit?

3.    Bagaimana agar dapat melakukan verifikasi tinggi gelombang laut signifikan produk hasil sistem OFS?


C.        Tinjauan Teori

Satelit altimetri adalah wahana untuk mengukur ketinggian suatu titik terhadap referensi tertentu. Satelit altimetri terdiri atas tiga komponen utama yaitu radar altimeter, radiometer, dan sistem positioning. Radar altimeter berfungsi untuk mengukur jarak dari satelit ke permukaan target dengan menafaatkan informasi waktu tempuh. Radiometer berfungsi untuk mengukur kondisi atmosfer, sedangkan positioning system berfungsi untuk menentukan posisi satelit yang presisi pada bidang orbitnya. Dengan menggunakan kombinasi data ini, satelit altimetri mampu menghasilkan dengan ketelitian hingga beberapa centimeter.

Gambar 2. Contoh Satelit Altimetri

Satelit altimetri menggunakan radar dengan frekuensi dual-band untuk mengukur jarak dari satelit ke altimetri yang dikombinasikan dengan teknologi GPS untuk mengukur posisi teliti terhadap bidang referensinya. Frekuensi dual-band yang panjang gelombangnya berbeda ini dimaksudkan untuk mengeliminasi efek ionospheric delay.

Sejarah satelit altimetri dimulai ketika pada Kongres Geophysics Williamstown tahun 1969 dimana pada saat itu dibahas rencana pembuatan instrumen radar untuk keperluan space oceanography. Selanjutnya, Amerika Serikat meluncurkan Skylab (1973) dan Geos3 (1975) sebagai satelit dengan fungsi sebagai altimeter untuk menentukan topografi permukaan laut. Kemudian pada 1978 diluncurkan Seasat sebagai satelit pertama yang datanya sudah dapat digunakan. Selain Amerika Serikat dengan NASA-nya, CNES yang merupakan Badan Antariksa Eropa juga meluncurkan satelit altimeter pada tahun 1981 dengan misi Poseidon. Di saat yang sama NASA mengembangkan Seasat dengan misi Topex (Topography Experiment). Pada tahun 1987, untuk alasan efektifitas dan penghematan biaya, CNES dan NASA melakukan kerjasama sehingga Topex dan Poseidon digabungkan dalam satu misi menjadi Topex/Poseidon.

Pengukuran Topex/Poseidon per sepuluh hari menghasilkan data pengamatan skala global yang lebih baik dari pengamatan in-situ sejak ratusan tahun yang lalu. Sejak itu, diluncurkan beberapa satelit hasil kombinasi CNES dan NASA seperti ERS (1998), GFO (1998), Jason-1 (2001) dan Envisat (2002), dan yang terakhir Jason-2 (2008). Satelit Jason-2 merupakan pengembangan dari satelit Jason-1 dengan menggunakan track satelit Jason-1. Sedangkan Jason-1 sendiri menggunakan interleaved track Topex/Poseidon.

Satelit altimetri dengan berbagai jenisnya telah berkontribusi cukup banyak untuk informasi laut seperti penentuan tinggi muka laut global dan penentuan geoid. Namun selain itu masih banyak pemanfaatan satelit altimetri lainnya. Berikut adalah beberapa pemanfaatan satelit altimetri :

a.   Mean sea surface mapping

b.   Pembentukan model geoid

c.   Studi pergerakan lempeng tektonik

d.   Studi tsunami

e.   Estimasi bathimetri

f.    Studi ice sheet dan sea ice

g.   Fisheries

Pada satelit ini pulsa yang ditransmit oleh satelit tersebar dalam bentuk sferis ke permukaan laut, pada saat T0<T<T1 pulsa ditransmisikan oleh satelit menuju ke permukaan bumi. T1 adalah waktu ketika pulsa pertama kali menyentuh satu titik, yang kemudian disebut titik nadir, di permukaan bumi. Saat itu pula permukaan bumi mulai memantulkan pulsa kembali ke satelit. Titik nadir ini kemudian membesar membentuk area berbentuk lingkaran dalam interval waktu T1<T<T2. T2 adalah waktu maksimum pulsa membentuk lingkaran atau dinamakan PLF (Pulse Limited Footprint). Sejak itu pula pulsa membentuk anullar ring yang menandakan bahwa pulsa yang dipancarkan telah maksimum.

Model OFS (Ocean Forecast System) merupakan model cuaca perairan yang dikeluarkan oleh BMKG. Model ini dapat di akses pada situs http://petamaritim.bmkg.go.id/static/. Dalam model ini dibagi menjadi dua model utama, yaitu INA - WAVES dan INA - FLOWS. INA - WAVES berisikan tentang informasi seperti tinggi gelombang laut, swell, serta arah dan kecepatan angin permukan. Sedangkan untuk INA - FLOWS berisi informasi seperti arus laut, salinitas dan suhu.

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data model gelombang Ocean Forecast System (OFS). Data model OFS yang digunakan yaitu data model analisis untuk wilayah perairan. Dimana produk yang dianalisis untuk model perairan yaitu Significant Wave Height untuk melihat tinggi gelombang dan Surface Wind untuk mengamati angin permukaan. Untuk dapat menganalisis penyebab gelombang pasang dengan lebih mendalam dilakukan juga analisis swell dan wind sea untuk melihat pengaruh mana yang lebih dominan. Swell (alun) adalah gelombang laut yang telah meninggalkan area pembangkitannya atau gelombang laut yang diamati saat angin yang membangkitkannya telah tidak ada. Sedangkan wind sea atau wind wave adalah gelombang yang dibangkitkan oleh hembusan angin pada saat dilakukan pengamatan.


D.        Analisis dan Pembahasan

Penelitian yang dilaksanakan di Perairan Indonesia dan sekitarnya sebagai contoh yaitu dalam batas koordinat 90° – 145° BT, 15° LU – 15° LS. Data SWH yang digunakan bersumber dari data satelit dan data render model WW3. Data SWH pada penjelasan bagian atas merupakan gabungan dari beberapa satelit altimetri yang pengamatannya menggunakan teknik alongtrack mono-mission dari satelit Jason 2, Cryosat, dan SARAL. Teknik ini merekam nilai SWH sepanjang lintasan satelit dan menyajikan nilai yang terkoreksi sehingga dapat langsung diaplikasikan dalam perhitungan. Bila dilihat secara harian hanya beberapa satelit altimetri yang melintasi perairan Indonesia maka diputuskan untuk menggunakan data dari seluruh ketiga satelit tersebut. Hal ini bertujuan untuk memberikan cakupan wilayah pengamatan yang rapat dan menghasilkan jumlah data yang cukup untuk proses perhitungan selanjutnya.

Data satelit altimetri bekerja dengan menyisir wilayah di bawahnya berdasarkan siklus (cycle) dan lintasan (pass) sehingga menghasilkan data lokasi (bujur dan lintang) yang tidak konstan setiap waktu. Untuk itu dibutuhkan pembuatan grid (struktur grid) dimana setiap rentang koordinat diberi penomoran indeks grid. Metode pembuatan grid ini memberikan dua keuntungan sendiri, yaitu proses pengolahan jauh lebih cepat dan kontur yang dihasilkan jauh lebih baik untuk analisa selanjutnya. Pada penelitian ini ukuran grid yang digunakan adalah 0,5 derajat.

Setelah ditentukan nilai grid pada data satelit, selanjutnya dilakukan pengaturan koordinat dan waktu dengan langkah-langkah berikut :

a.   Pengaturan koordinat data satelit

Metode ini membuat perhitungan jauh lebih cepat dan efisien terutama bila dilakukan pada wilayah yang luas. Hal yang sama dilakukan pada bagian lintang (latitude).

untuk nilai n dari 0 hingga a 1 , nilai-nilai koordinat satelit altimetri dikumpulkan menjadi satu rentang nilai dengan memenuhi persamaan: 
Metode ini membuat perhitungan jauh lebih cepat dan efisien terutama bila dilakukan pada wilayah yang luas. Hal yang sama dilakukan pada bagian lintang (latitude).

b.   Pengaturan waktu data satelit

Sebelumnya diketahui bahwa input waktu OFS BMKG bernilai 3 jam sekali untuk semua parameter model. Sehingga metode pengaturan waktu yang dilakukan disini adalah memasukkan semua pengukuran satelit pada saat 1,5 jam sebelum dan sesudah waktu utama. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa data dari satelit masuk ke dalam bagian waktu utama. Setelah dilakukan pengelompokkan, setiap waktu utama tadi diberi nomor urut dari angka 1 hingga selesai menyesuaikan dengan waktu utama versi lengkapnya. Hal ini penting sebab satelit altimetri hanya merekam parameter fisis perairan saja dengan mengabaikan pengamatan di daratan.

c.   Pengaturan grid pada model

Berbeda dengan pengaturan grid pada data altimetri yang ditujukan untuk mengelompokkan koordinat dan data ke nilai grid tertentu. Pemakaian grid pada model menyesuaikan dengan grid yang dihasilkan pada pengolahan data altimetri. Pengaturan grid pada model ditujukan untuk menghasilkan gambar dan plot data yang lebih halus ketika di tumpang tindih dengan lintasan satelit. Diketahui grid awal pada OFS BMKG sebesar 0,0625 dan akan dilakukan interpolasi menuju grid yang baru sebesar 0,01. Pemilihan nilai 0,01 ini didasarkan kepada kemampuan komputer tersedia agar cepat melakukan perhitunan. Namun tidak menutup kemungkinan memperkecil nilai grid model agar diperoleh rentang data akurat dan kontur peta yang lebih halus. Persamaan interpolasi yang digunakan mengikuti persamaan:

Dimana :

x dan f1(X) adalah titik yang ingin dicari melalui interpolasi

x0 dan f (x0) adalah titik pertama yang diketahui

x1 dan f(x1adalah titik kedua yang diketahui

d.   Pengaturan koordinat data model

Prinsip utamanya sama pada point 1, hanya saja karena waktu utamanya sudah kelipatan 3 maka jumlah koordinat yang dihitung menyesuaikan dengan panjang waktu dari model.

e.   Pengaturan waktu data model

Pada sistem OFS BMKG, data SWH yang digunakan di-update setiap jam 00 UTC dan 12 UTC. Perbedaan keduanya terletak dari waktu input keluaran WW3 yang selisih 12 jam. Data diambil pada penelitian ini hanya pada jam 00 UTC yang berisikan data prakiraan selama 7 hari ke depan. Sehingga dalam pengolahannya cukup diambil 8 pengamatan data saja. Dimana setiap pengamatan data mewakili 3 jam sehingga sesuai dengan satu hari pengamatan. Sisanya diabaikan karena merupakan prediksi untuk 6 hari kedepan. Disini tidak perlu dilakukan pengaturan waktu sebab data pada sistem OFS yang akan dibandingkan sudah dalam interval 3 jam.

Komposit lintasan satelit altimetri di atas kepulauan Indonesia bulan Januari 2018 disajikan pada Gambar 2. Data yang ditampilkan mengandung 248 lintasan satelit dengan 127.713 titik pengamatan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa waktu lintasan satelit yang melintas berbeda-beda setiap lokasinya. Namun untuk mempermudah perhitungan, lintasan satelit yang ditampilkan disini sudah disesuaikan tiap pertiga jam artinya siap dibandingkan dengan data hasil model. Sehingga bila dijabarkan lintasan satelit dimulai dari 1 Januari 2018 pukul 00 UTC hingga 31 Januari 2018 pukul 21 UTC.

Terlihat lintasan satelit hanya mengenai bagian perairan dengan mengabaikan bagian daratan. Hal ini berhubungan dengan panjang gelombang yang telah dijabarkan bagian sebelumnya. Satelit altimetri merekam semua nilai tinggi gelombang laut signifikan yang dilintasi. Artinya koordinat yang ditampilkannya memiliki nilai yang tidak beraturan. Shanas  mendapatkan tidak semua lintasan satelit altimetri bersesuaian dengan lokasi pengamatan insitu di perairan. Sehingga untuk menampilkan nilai tinggi gelombang signifikan yang bersesuaian seperti Gambar 2  dibutuhkan pengelompokan koordinat hasil pengukuran satelit altimetri ke dalam bentuk koordinat baru yang telah disesuaikan. Rendahnya tinggi gelombang laut signifikan pada perairan dalam Indonesia bulan Januari 2018 umumnya sesuai dengan hasil prakiraan yang sudah dirilis oleh Pusat Meteorologi Maritim BMKG.

Gambar 3. Lintasan Satelit Altimetri di Kepulauan Indonesia

Selanjutnya tinggi gelombang laut signifikan dibagi dalam kategori lemah, cukup kuat dan kuat menurut definisi dari Pusat Meteorologi Maritim, masing masing bernilai 0,5 – 1,25; 1,25 – 2,50; dan 2,50 – 4,00. Hasilnya disajikan dalam persentase kejadian diagram batang. Terlihat persentase tinggi gelombang laut signifikan pengamatan satelit lebih tinggi bila dibandingkan hasil model untuk kategori cukup kuat ( £ 2 m). Namun untuk kategori kuat ( > 2 m) persentase tinggi gelombang laut signifikan hasil pengamatan satelit lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil model.

Bila satelit altimetri mewakili pengukuran sebenarnya di lapangan maka dapat dikatakan, untuk kategori tinggi gelombang laut signifikan lemah sistem OFS lebih rendah dari pengamatan di lapangan. Sedangkan untuk kategori tinggi gelombang laut signifikan kuat hasil OFS lebih tinggi dari pengamatan di lapangan. Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian (tunning) terhadap hasil model WW3 pada sistem OFS. Patut dicatat baik pada gambar maupun 4 menyajikan tinggi gelombang laut signifikan pada 8 waktu utama (00, 03, 06, 09, 12, 15, 18, dan 21 UTC) Januari 2018.

Gambar 4. Persentase kejadian gelombang selama bulan Januari 2018 dengan membandingkan hasil dari sistem OFS maupun satelit

Pada gambar 5 dibawah menyajikan tumpang tindih tinggi gelombang laut signifikan lintasan satelit altimetri (dalam hal ini Jason-2) dengan sistem OFS. Dalam melakukan proses tumpang tindih, baik hasil model maupun data satelit sebelumnya disamakan terlebih dahulu resolusi matriknya. Dalam hal ini resolusi model yang berukuran 881x481 diubah menjadi 3001x5501. Pengubahan resolusi ini tentunya tidak berpengaruh kepada kontur yang dihasilkan sebab interpolasi yang digunakan adalah interpolasi linier yang artinya perubahan resolusi di salah satu titik selalu disesuaikan dengan titik-titik disekitarnya secara linier berlanjut terus hingga titik terakhir. Terlihat perairan dalam Indonesia umumnya tenang dengan ketinggian gelombang rata-rata di bawah 1 meter kondisi ini berbeda dengan di luar perairan Indonesia, dimana gelombangnya lebih tinggi. Hal ini disebabkan pergantian pengukuran jalur lintasan satelit. Seperti yang disajikan pada Gambar dibawah, terdapat 2 lintasan satelit.

Gambar 5. Tumpang tindih lintasan satelit (ditandai dengan garis lurus berwarna) di atas keluaran sistem OFS.

Gambar 6. Hasil analisa statistika hubungan SWH antara sistem OFS dengan pengamatan satelit.

Dari hasil uji statistika diperoleh nilai koefisien korelasi (r) tinggi gelombang laut signifikan bulan Januari 2018 antara hasil model dengan pengamatan satelit sebesar 0,64. Beberapa uji lainnya seperti bias, RMSE, dan SI juga menunjukkan hubungan yang erat dengan masingmasing nilai 0,41; 0,89; dan 0,52. Sedangkan bila melihat sebaran dan komposisi data perbandingan diantara keduanya didapatkan keluaran hasil sistem OFS umumnya lebih tinggi dari pengamatan satelit altimetri pada semua lintasan.

 

E.        Kimpulan

Pada penelitian ini berhasil dilakukan sebuah metode untuk melakukan verifikasi tinggi gelombang laut signifikan terhadap model WW3 melalui sistem OFS di Pusat Meteorologi Maritim BMKG. Metode ini bekerja dengan membandingkan parameter fisik yang akan diamati dari lintasan satelit dengan nilai kontur tepat dibawah lintasan satelit itu berada. Bila dilihat secara keseluruhan waktu pengamatan utama (00 – 21 UTC) didapatkan persentase keluaran hasil sistem OFS untuk tinggi gelombang signifikan kategori cukup kuat ( £ 2 m) lebih rendah dari pengamatan satelit. Sedangkan untuk tinggi gelombang signifikan kategori tinggi (> 2 m), persentase hasil sistem OFS kejadiannya lebih tinggi dari pengamatan satelit.


F.         Referensi

[1]      Agung Santoso, “Pemanfaatan Satelit Altimetri untuk Bidang Perairan,” vol. 3, pp. 8–15, 2019.

[2]    O. F. S. Bmkg and U. Altimetry, “Tinggi Gelombang Laut Signifikan Pada Ocean Forecast System ( Ofs ) – Bmkg,” pp. 93–102, 2019.

[3]    Putu Agus Dedy Permana, “PEMANFAATAN MODEL OCEAN FORECAST SYSTEM (OFS) DAN DATA PREDIKSI PASANG SURUT SAAT TERJADINYA GELOMBANG PASANG DI PESISIR SELATAN BALI,” Pesqui. Vet. Bras., vol. 26, no. 2, pp. 173–180, 2021

Komentar